Pertanian Pada Abad Keemasan Islam,Pencetus Perkembangan Teknologi Selanjutnya
Teknologi pertanian pada masa peradaban Islam memberi pengaruh dalam perkembangan berbagai bidang. Sektor pertanian pada masa kejayaan Islam dianggap sebagai pencetus bagi perkembangan teknologi selanjutnya.
Sumbangan Islam bagi dunia tidak hanya teknologi sebagai sebuah produk, tetapi juga dilengkapi uraian rinci mengenai pembuatan produk teknologi tersebut. Kaum Muslim pada era Revolusi Hijau atau Revolusi Pertanian pada abad ke-11 memberi kontribusi di banyak bidang.
“Salah satu aspek penting dari revolusi ini adalah pengenalan dan penyebaran berbagai jenis tanaman baru ke dunia Islam,” jelas Ahmad Y al-Hassan dan Donald R Hill dalam bukunya bertajuk Islamic Technology: An Illustrated History. Sejak itu, dunia Islam mengenal tanaman, seperti padi, sorgum (sejenis gandum), gandum keras, tebu, kapas, semangka, terung, aneka tanaman, serta beragam bunga.
Dijelaskan dalam laman muslimheritage, revolusi yang dimulai dari bagian paling timur dunia Islam itu meluas ke seluruh wilayah kekuasaan Islam di tiga benua: Asia, Afrika, dan Eropa. Kala itu, umat Islam dikenal sangat rajin mempelajari tanaman-tanaman baru. Salah satunya ialah jenis tanaman tropis yang kemudian diperkenalkan di wilayah Islam yang beriklim kering.
Pola ini mengubah varian agrikultur tahunan, yaitu bercocok tanam tidak hanya pada musim dingin, tetapi juga pada musim panas. Walhasil, penggunaan lahan menjadi semakin produktif, sistem irigasi diperbaiki dan diperluas, berkembang pula jenis pupuk serta cara pembajakan baru.
Seiring itu, teknologi pengolahan makanan berkembang dengan bervariasinya metode pengawetan, mulai dari pengeringan, pengasinan, sampai pengasapan. Teknologi peng awetan makanan ini menunjang usaha pemasaran hasil pertanian dan peternakan.
Mesin air dan irigasi
Pemanfaatan air dan angin sebagai sumber energi juga mampu menyokong produktivitas pertanian umat Islam. Teknologi ini secara tak langsung mengilhami perkembangan ilmu mekanika dalam dunia Islam.
Ilmuwan Muslim seperti al-Jazari memberikan sumbangan besar bagi perancangan mesin. Sedikitnya ada lima jenis mesin pengangkut air untuk memenuhi kebutuhan air di daerahdaerah kering di Arab, terutama untuk kebutuhan rumah tangga serta industri dan pertanian.
Penemuan teknologi tersebut sangat membantu masyarakat untuk memenuhi kebutuhan air, yang merupakan kebutuhan pokok manusia, terutama di daerah-daerah yang minim air. Teknologi ini merupakan jawaban bagi keterbatasan ketersediaan alam bagi manusia.
Orang-orang Islam sejak abad ketujuh mengenal noria yang berfungsi untuk mengangkat dan mengalirkan air ke lokasi yang membutuhkan bila permukaan air rendah atau surut. Teknologi pembuatan jembatan dan sistem irigasi tidak kalah pentingnya.
Keadaan geografis suatu wilayah akan memengaruhi jenis teknologi yang dihasilkan, termasuk di negara-negara Islam pada abad pertengahan yang memiliki banyak sungai besar dan iklim kering di beberapa wilayahnya.
Teknik irigasi yang berkembang pada zaman Islam tidak lepas dari teknologi irigasi yang telah ada seperti pada masyarakat Mesir Kuno. Pada masa Islam, teknik irigasi khusus memanfaatkan air bawah tanah dengan pipa yang disebut qanat, yaitu terowongan yang nyaris horizontal dan menghubungkan sebuah sumber air bawah tanah ke lokasi yang membutuhkan air. Teknologi irigasi ini memberikan sumbangan yang sangat penting bagi dunia pada umumnya untuk mengatasi kelangkaan air di suatu wilayah.
Pembuatan kanal-kanal pun menjadi sebuah teknologi yang sama penting nya untuk memenuhi kebutuhan manusia akan air. Para ahli teknik Muslim membangun bendungan untuk menyediakan dan mengatur air dalam sistem irigasi. Sekitar abad kesembilan telah dibangun bendungan di Tunisia dan Iran, kemudian abad ke-12 dibangun bendungan di Cordoba.
Penopang kekhalifahan
Aktivitas di sektor pertanian ternyata mampu juga menjadi penopang utama perekonomian kekhalifahan Islam. Perhatian dan dukungan dari para pengua sa Islam cukup besar bagi pelaku pertanian Muslim. Tak ayal, perekonomian di dunia Islam semakin menguat karena dukungan sektor pertanian.
Melihat potensi ini, para ilmuwan pun mengembangkan berbagai dasar ilmu pertanian (‘ilm alfilaha). Salah satu buku pertanian yang penting dan muncul pada era keemasan Islam adalah kitab al-Filaha al-Nabatiyya karya Ibn Wahsyiyya. Kitab itu ditulis sang insinyur pertanian Muslim pada 904 M di Irak.
Ibnu Wahsiyya menulis buku petunjuk bertani itu lantaran kecintaaannya terhadap pertanian. Niatnya tulus melestarikan tradisi agrikultur orang-orang Nabatiya di Mesopotamia. Ahli pertanian, D Fairchild Ruggles, dalam bukunya bertajuk Islamic Gardes and Landscapes menjelaskan bahwa kitab al-Filaha al-Nabatiyya berisi tentang petunjuk pertanian.
Di dalamnya dijelaskan secara perinci dan jelas mengenai tata cara bertani, irigasi teknik, tumbuhan, fertilisasi, bercocok tanam, dan berbagai bahasan lainnya tentang pertanian. Buku tersebut juga merupakan acuan bagi masyarakat Muslim untuk bertani dengan baik. Buku diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh Abu Bakar Ahmad, juga dialihbahasakan serta diterbitkan Fuat Sezgin, salah seorang ilmuwan dari universitas di Jerman.
Buku terkemuka lainnya tentang ilmu pertanian diterbitkan ilmuwan Muslim di Spanyol pada abad ke-11 M dan ke-12 M. Buku-buku tersebut di antaranya karya Ibnu al- Hassal dan Dr. Abu Zakariya Yahya Ibnu Muhammad Ibnu Al Awwam. Beberapa di antaranya diterjemahkan ke dalam bahasa Spanyol, bahasa Latin dan juga bahasa Perancis dengan judul "le livre de l'agriculture d'ibn-al-awam".
Salah satu kutipan buku tersebut yang menginspirasi pertanian sistem Permakultur, dimana penanaman tanaman tidak satu jenis saja melainkan beragam jenis dalam satu lahan.
"Jangan melakukan penaburan atau penanaman tanaman tertentu saja, taburkan juga tanaman yang lainnya, setelah panen biarkan rumput-rumput tumbuh, maka panen-panen berikutnya akan berlipat ganda(dengan izin Allah)". (Kitab Al Filaha Ibnu Al Awwam)
Buah pemikiran sarjana Muslim itu telah menjadi inspirasi bagi para sarjana pertanian di Barat. Mereka mengembangkan pertanian di Barat dengan panduan yang ditulis para sarjana Muslim. Selama abad ke-11 M, para ahli agronomi Muslim di Spanyol melakukan sebagian riset dan eksperimen di Taman Botani di Seville dan Toledo. Kebun yang digunakan untuk eksperimen ini merupakan kebun pertama dari kebun-kebun sejenis. Kemudian, ditiru oleh Barat pada abad ke-16 di Kota Italia Utara.
editor: asep nur zaman ( Republika )